2007-12-10


Bubuk mesiu atau bubuk hitam ialah zat yang membakar sangat cepat dan digunakan sebagai bahan pembakar dalam senjata api, khususnya bubuk hitam atau bubuk tak berasap. Saat membakar, gelombang deflagrasi subsonik diproduksi dari gelombang detonasi supersonik yang bahan peledak berkekuatan tinggi akan memproduksi. Ini mereduksi tekanan puncak dalam senapan, namun membuatnya kurang cocok untuk menghancurkan batu atau kubu pertahanan.
Bubuk hitam merupakan bahan pembakar kimia pertama dan peledak pertama yang tercatat dalam sejarah. Bubuk hitam ialah campuran belerang, arang kayu, dan potasium atau sodium nitrat. Tak seperti bahan pembakar tak berasap, itu berbuat lebih seperti peledak sejak kecepatan bakarnya tak dipengaruhi tekanan, namun merupakan peledak yang amat jelek sebab memiliki tingkat pembusukan yang rendah dan kemudian brisance yang amat rendah. Sifat yang sama ini yang membuatnya meledak jelek menjadikannya berguna sebagai bahan pembakar--kurangnya brisance mencegah bubuk hitam menghancurkan laras, dan menghubungkan energi untuk menggerakkan peluru. Kelemahan utama bubuk hitam ialaha berat jenis energi yang rendah secara relatif (dibandingkan dengan bubuk tak berasap modern) dan semata-mata jumlah jelaga yang besar yang tertinggal di belakangnya. Selama proses pembakaran, kurang dari setengah bubuk hitam diubah dalam bentuk gas. Sisanya berakhir sebagai lapisan jelaga yang tebal dalam laras dan asap putih tebal. Di samping menjadi gangguan, residu dalam laras menjadi hidrofilik dan zat bahan tajam anhydrous. Saat embun dari udara diserap, potasium atau sodium oksida berubah menjadi hidroksida, yang akan merusak laras. Senjata bubuk hitam harus dibersihkan dengan baik di dalam dan di luar setelah ditembakkan untuk menghilangkan residu. Ukuran butir bubuk dan kurungan menentukan tingkat bakar bubuk hitam. Butiran yang lebih baik menghasilkan campuran unsur yang lebih pengap, yang berakibat dalam pembakaran yang lebih cepat. Kurungan rapat dalam laras mengahsilkan gumpalan bubuk hitam untuk membakar dari ujung ke ujung, yang menjadi cara yang diharapkan. Tak memuat peluru rapat-rapat pada gumpalan bubuk dapat berakibat pada hilangnya kekuatan membakar sekaligus, yang dapat menciptakan kondisi kelebihan tekanan yang berbahaya. Sulit memberi muatan senjata bubuk hitam kelebihan batas, sebagaimana tiap bubuk yang kelebihan dengan mudah akan meleleh dan tak terbakar dari ujung laras. Nyatanya, ada cara tradisional untuk memutuskan muatan optimal untuk musket bubuk hitam atau bedil—tembakkan ke atas lapisan salju murni dengan isi bubuk yang bertambah secara bertahap, dan carilah kemunculan butiran bubuk yang tak terbakar pada salju untuk menginikasikan terlalu banyak bubuk. Kurangnya sensitivitas tekanan berarti bahwa massa peluru membuat sedikit atau tiada perbedaan pada jumlah bubuk yang digunakan. Isi penuh bubuk hitam yang dimuat oleh hanya gumpalan kertas kecil, dengan tanpa peluru, akan tetap membakar sebagaimana dengan cepat seperti jika memiliki peluru berbobot penuh di depannya. Ini membuat bubuk hitam cocok untuk potongan kosong, nayala api sinyal, dan peluncuran jalur penyelamatan.

Mesiu Sejarah

Para penganut Tao di Tiongkok, dalam pencarian kehidupan abadi, mencoba membuat obat-obatan yang terbuat dari belerang, arang, dan sendawa (potasium nitrat); dan berakhir dengan bubuk hitam, pada abad ke-9.
Di abad ke-11, orang-orang Tiong Hoa membuat penggunaan bubuk mesiu untuk untuk membuat senjata.
Penggunaan senjata yang digerakkan bubuk mesiu tersebar pertama kali ke Korea, dan, kemudian, TimTeng dan Eropa (seperti Panah Api, Shin Ki Chon, meriam, senapan).
Bahan pembakar yang lebih efisien dan kuat berkembang di abad ke-20 dan 21.

No comments: